Guru Kami, Kiai Hamdan (Bag 1/3)


Beliau adalah seorang kiai yang alim dan allamah, pendiri Pondok Pesantren Al-Amanah dan termasuk sesepuh di daerah Demak Kota Wali, Jawa Tengah. Romo Kiai [1] Haji Hamdan Rofi’i bin Kiai Abdul Muhit bin Suratman adalah nama lengkap beliau. Ayah beliau adalah seorang pemuda yang kuat dan tangguh, bahkan terkenal dengan amalan-amalan ilmu hikmah dan pengobatan ala nabawi. Ayah beliau wafat sekitar tahun 1993 M dan dimakamkan disebelah Musholla peninggalan beliau yang sekarang berubah menjadi Masjid Bahrul Muhith yang terletak di tengah-tengah Pondok.

Ibu beliau adalah seorang wanita yang sholihah dan ahli taqwa, Simbah Amanah namanya, seorang putri dari Simbah Kiai Ahmad Rofi’i bin Harun bin Jaelani, yang nasabnya sampai ke Raden Syahid atau yang lebih masyhur dengan nama Sunan Kalijaga. Diceritakan bahwa Simbah Amanah setiap mau tidur, beliau selalu melanggengkan untuk membaca surah Al-Mulk (tabaaroka) terlebih dahulu. Bahkan salah satu cucu beliau (putra pertama dari Guru kami) mampu menghafal surah Al-Mulk di usia kanak-kanak, karena beliau selalu mendengar bacaan Al-Mulk dari neneknya disaat mau tidur.

Simbah Kiai Ahmad Rofi’i adalah seorang yang Al-Arif billah, artinya seorang waliyulloh yang mempunyai banyak keramat. Beliau termasuk salah satu murid dari Syeikh Sholih Darat, Semarang. Saat beliau wafat, Guru kami kira-kira berumur belasan tahun. Guru kami pernah bercerita bahwa kalau Simbah Rofi’i itu bangun tidur dan mau mengerjakan sholat malam, beliau kemudian pergi menuju sungai untuk mengambil wudlu. Di setiap langkah beliau, semua pohon-pohon yang ada disekitar jalan merunduk sebagai penghormatan atau ta’dzim kepada beliau.

Kelahiran dan Masa Kecil

Guru kami dilahirkan pada hari Senin 17 Ramadlan, sekitar tahun 1933 M, di desa Weding, Bonang, Demak. Beliau tumbuh dan berkembang dibawah asuhan dan perhatian kedua orang tuanya yang sholih-sholihah. Sehingga beliau sejak muda sudah dipenuhi dengan akhlak-akhlak yang mulia. Pada masa itu, disaat kebodohan dan buta aksara merajarela, beliau mendapatkan bimbingan dan pendidikan agama langsung dari kedua orang tuanya. Dikemudian hari, hal ini memberikan pengaruh kuat dalam perjalanan dan kehidupan Guru kami, baik dalam lingkup ilmiah maupun amaliah. Sehingga pada akhirnya, beliau menjadi seorang kiai yang alim dan  disegani di daerahnya. Ini semua, tentu tidak lepas dari pengaruh bimbingan kedua orang tuanya.

Sejak kecil, guru kami sudah mulai menampakkan bakat-bakat kemuliaan dan kecerdasan. Tak mengherankan jika beliau mendapat posisi spesial di hati kakek (dari jalur ibu) beliau, yaitu Simbah Kiai Ahmad Rofi’i. Kakeknya pun ikut memberikan pengarahan dan bimbingan yang sangat baik untuk beliau. Bahkan sang kakek mempunyai firasat baik terhadap beliau [2]. Hal ini sesuai sabda Nabi Shollallohu alaihi wasallam:

اتَّقُوا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ ، فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُورِ اللَّهِ (اخرجه الترمذي في سننه)

Artinya: Takutlah kamu kepada firasat orang mukmin, karena ia melihat dengan nur Allah (H.R. Turmizi)

Sang kakek juga sering memuji beliau dalam majelis-majelis ilmiah disaat usia beliau masih kecil. Ini semua menjadi bukti dukungan sang kakek supaya beliau kelak menjadi “cahaya mimbar” di daerahnya, dan mampu menjadi "pedang" yang menghunus kebodohan dan buta aksara.

Perjalanan Ilmiah

Guru kami mula-mula mendapat pengajaran langsung dari kedua orang tua beliau, baik berupa cara membaca Al-Qur’an maupun ilmu-ilmu dasar Agama. Dari pendidikan itu, tumbuhlah rasa cinta kepada ilmu di hati beliau. Bahkan rasa cinta itu sampai mendarah-daging di dalam diri beliau. Dalam kondisi yang seperti itu, beliau mengikuti pengajaran di Madrasah Ibtida’iyah di desa setempat, yang pada saat itu, beliau selalu mengikuti pelajaran dari Kiai Masyhadi ibn Thoha ibn Al-Arif billah Ahmad Akung. Di hadapan Kiai Masyhadi ini lah beliau mengaji Matn Al-Jurumiyah, Al-Mutammimah dan Al-Fiyah beserta Syarh-nya, Ibn Aqil.

Setelah tamat dari Ibtida’iyah, guru kami, oleh ayahnya, dimasukkan ke Pondok Pesantren Kembangan, Bintoro-Demak (saat itu bernama Bustanut Tholibin dan sekarang berubah nama menjadi Pondok Al-Istiqomah). Pondok ini diasuh oleh paman beliau dari jalur ibu, yaitu Kiai Haji Ahmad Badawi. Beliau mondok disitu kurang lebih selama empat tahun.

Dari Pondok Kembangan, guru kami pindah ke Lasem, Rembang, tepatnya di Pondok Al-Hidayah. Pondok ini diasuh oleh Kiai yang alim dan masyhur, yaitu Kiai Haji Muhammad Ma’shum bin Ahmad, salah satu ulama’ besar Indonesia yang ikut mendirikan organisasi Nahdlotul Ulama’ (NU). Dari beliau lah, Guru kami belajar banyak sekali ilmu-ilmu agama. Bahkan beliau lah yang menjadi sandaran utama dari guru kami.

Kemudian Guru kami pindah ke pesantrennya Simbah Kiai Arwani Kudus, yang sekarang terkenal dengan nama Pesantren Yanbu’ Al-Qur’an. Disana, beliau menghafalkan Al-Qur’an dengan cara talaqqi langsung kepada Kiai Arwani. Hanya saja, setelah sampai kira-kira 20 juz, Kiai Arwani menyuruh beliau untuk mengkhatamkannya kepada Kiai Abdul Wahhab bin Isma’il (murid Raden Asnawi Kudus). Saat itu, guru kami kelihatan unggul dan cerdas dalam menghafal dibanding teman-temannya. Akhirnya beliau mampu mengkhatamkan Al-Qur’an secara sempurna dalam waktu antara enam sampai sembilan bulan.

------------------------------------
[1] Ibn Khallikan dalam “Wafayat Al-A’yan” (3/289) berkata: Dalam bahasa Ajam, Al-kiya adalah orang yang besar derajatnya, atau yang didahulukan diantara masyarakat. Dalam bahasa Indonesia, kiai atau kiyahi adalah sebutan bagi alim ulama’ atau orang yang agung.

[2] Waktu itu, sang kakek bernah dawuh (berkata): Ada dua orang dari cucuku yang akan menjadi seorang yang alim dalam ilmu-ilmu bahasa Arab dan Syari’at. Alloh pun mengabulkan sabda beliau itu, dua cucu beliau yakni Guru kami, KH. Hamdan dan KH. Nur Hamid bin KH. Ahmad Badawi (Pengasuh Pondok Kembangan, Demak) benar-benar menjadi orang yang alim nan allamah.
------------------------------------

Bersambung ke BAGIAN-2.

CONVERSATION

2 comments:

  1. Assalamu'alaykum
    salam kenal ngeh dari santri Thoriqul Jannah asuhan Bapak Faizin santri mbah yai Hamdan Rofi'i

    ReplyDelete