Adab Menziarahi Makam Baginda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ


Imam Abu Zakaria Yahya ibn Syarof al-Nawawi (631 – 676 H) menulis kitab tentang manasik haji yang sangat terkenal dan lengkap yang diberi judul “al-Idloh fi Manasik al-Hajji wal-Umroh”. Pada bab keenam, beliau menulis secara khusus tentang ziarah ke makam Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Secara lengkap, judul dari bab keenam itu adalah:

al-Bab al-Sadis fi Ziyarati Qobri Sayyidina wa Maulana Rasulillah Shollallohu alaihi wasallam wa Syarrofa wa Karroma wa ‘Adzdzoma wa Ma Yata’allaqu bi Dzalik

الباب السادس : في زِيَارَةِ قَبْرِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا رَسُولِ الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ وَعَظَّمَ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِذَلِكَ 

Pada artikel ini, penulis akan menyampaikan secara ringkas dari apa yang beliau tulis, serta memadukannya dengan dua kitab syarh-nya, yakni: al-Hasyiah ala al-Idloh karya Syeikh Ibn Hajar al-Haitami (909 – 974 H) dan al-Ifshoh ala Masa’il al-Idloh karya Syeikh Abdul Fattah Husein Rowah al-Makki (1334 – 1424 H), serta beberapa kitab yang lain. Dan, semoga ada manfaatnya..

1. Setelah para Jamaah Haji/Umroh selesai menunaikan manasiknya, maka sudah seyogyanya mereka menuju Kota Madinah untuk menziarahi makam Rasululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, karena ziarah tersebut termasuk ibadah yang sangat penting untuk mendekatkan diri kepada Alloh dan termasuk cara yang paling gampang untuk memperoleh kemuliaan. Kesunahan ini berlaku bagi siapapun, bahkan ada Ulama' yang mengatakan wajib hukumnya (Tuhfah al-Muhtaj, 4/144). Ini sesuai hadits riwayat Imam al-Bazzar, al-Daruquthni dan Ibn Khuzaimah dari Ibn Umar bahwasanya Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:

مَنْ زَارَ قبرِي وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِي

Barangsiapa menziarahi kuburku, maka wajib untuk dirinya syafaatku

Hadist ini dinyatakan Shohih oleh Imam Abdul Haqq dan Imam Taqiyyuddin al-Subki (w. 756 H), serta dinilai Hasan oleh al-Hafidz al-Dzahabi (w. 748 H), Imam al-Suyuthi (w. 911 H) dan al-Hafidz al-Munawi (w. 1031 H) RohimahumuLloh Ta'ala.

2. Disunnahkan dalam ziarahnya tersebut untuk menyertakan niat bertaqorrub kepada Alloh lewat perjalanan ke Masjid Nabawi dan sholat di dalamnya.

3. Disunnahkan ketika akan berziarah untuk senantiasa membaca sholawat dan salam kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di sepanjang perjalanannya. Bahkan pada waktu itu, membaca sholawat dan salam lebih utama daripada membaca al-Qur’an. Kemudian ketika pandangannya melihat pepohonan Madinah, tanah haramnya dan apapun yang ada disana, maka bertambahlah bacaan sholawat dan salamnya. Serta tak lupa untuk selalu memohon kepada Alloh agar ziarahnya itu mengandung manfaat dan diterima oleh Alloh Subhanahu wa Ta'ala.

4. Disunnahkan sebelum memasuki Madinah agar mandi terlebih dahulu kemudian memakai pakaian dan parfum yang paling bagus yang ia miliki.

5. Senantiasa menghadirkan di dalam hatinya akan kemuliaan Kota Madinah, karena kota itu termasuk kota yang paling mulia di Dunia setelah kota Mekah, bahkan ada yang berpendapat bahwa Madinah adalah tempat yang paling mulia secara mutlak, karena yang menjadikan mulia Madinah adalah sesosok yang paling mulia diantara makhluk seluruhnya, yakni Rosululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

6. Di awal kedatangannya di Madinah, sudah seyogyanya hatinya dipenuhi akan keagungan dan wibawa Rosululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, seperti halnya sedang melihat sang Rosululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.  Bahkan Imam Malik ibn Anas (w. 179 H) tidak pernah sama sekali menaiki hewan kendaraan selama di Madinah, karena beliau mengagungkan tanah yang pernah diinjak Rosululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

7. Ketika sudah sampai di depan pintu Masjid Nabawi, maka hendaknya membaca do’a masuk masjid serta mendahulukan kaki kanan, yaitu membaca:

أعُوذُ باللهِ الْعَظيم وبِوَجْهِهِ الكَريمِ وسُلْطانِهِ القَدِيمِ مِنَ الشَّيْطَان الرَّجيم بسْم الله والحمْدُ لله ، اللَّهُمَّ صَلِّ على سيدنا محمدٍ وعلى آلِ سيدنا محمّد وسلِّم ، اللَّهُم اغْفِرْ لِي ذُنُوبي وافْتَحْ لي أبْوابَ رَحْمَتِك

Sedangkan saat keluar Masjid, hendaknya mendahulukan kaki kiri dan membaca do’a seperti diatas, dengan hanya mengganti bagian yang terakhir dengan:

....، وافْتَحْ لي أبْوَابَ فَضْلِكَ

8. Kemudian menuju al-Roudloh al-Karimah -yang terletak diantara mimbar dan makam Nabi-, untuk melaksanakan Sholat Tahiyyah al-Masjid. Dianjurkan posisi sholatnya bisa lebih mendekat ke mimbar -kira-kira 6.5 meter sebelah kiri mimbar-, supaya bisa tepat di posisi dimana Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengerjakan sholat disitu sampai beliau wafat.


9. Setelah selesai sholat Tahiyyah al-Masjid di Roudloh atau di tempat yang lain, kemudian memanjatkan syukur kepada Alloh (dengan hati dan lisannya, bukan dengan sujud) atas nikmat ziaroh ini dan memohon supaya ziarohnya diterima oleh Alloh Subhanahu wa Ta'ala.

10. Baru setelah itu, menuju ke Makam Rosululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan posisi menghadap ke dinding makam dan membelakangi qiblat, serta agak menjauh dari posisi makam kira-kira 4 dziro’ (hampir 2 meter). Dalam posisi masih berdiri seperti itu, kepalanya harus menunduk dan memejamkan mata karena sungkan sekaligus mengagungkan. Hatinya harus dikosongkan dari pertalian dunia, serta menghadirkan dalam hatinya akan agungnya kedudukan dan derajat dari siapa yang sedang di hadapannya, yakni Rosululloh sang kekasih Alloh.

11. Kemudian mengucapkan salam dengan suara yang tidak begitu keras:

السلاَمُ عليكَ يا رسولَ الله، السلاَم عليك يا نبيَّ الله، 
السلاَم عليكَ يا خِيْرَةَ الله، السلامُ عليكَ يا خَيْرَ خَلْقِ الله، السلاَمُ عَلَيْكَ يَا حَبِيبَ الله، 
السلامُ عَلَيْكَ يا نذير، السلامَ عليك يا بشيرُ، 
السلامُ عليكَ يا طُهْرُ، السلامُ عليك يا طاهِرُ، 
السلامُ عليكَ يا نبيَّ الرَّحمةِ، السلامُ عليك يا نبي الأُمَّةِ، 
السلامُ عليك يا أبا الْقَاسِمِ، السلاَمُ عليكَ يا رَسُولَ ربِّ العالمينَ، 
السلامُ عليك يا سيدَ المُرْسَلينَ ويا خاتَمَ النَّبيين، 
السلامُ عليكَ يا خيرَ الخَلائِقِ أجْمَعينَ، السلامُ عليك يا قائدَ الغُرِّ المُحَجَّلِينَ، 
السَّلامُ عليكَ وَعَلى آلِكَ وأهْلِ بَيْتِكَ وأزواجِكَ وذُرّيتِِكَ وأصحابِكَ أجمعين، 
السلاَمُ عليكَ وَعَلى سائِرِ الأنبياءِ وجميعِ عِبادِ الله الصَالحينَ، 
جَزَاكَ الله يا رَسُولَ الله عَنَّا أَفضَل مَا جَزَى نَبيّاً وَرَسُولاً عَنْ أُمّتهِ، 
وصلَّى الله عليك كُلَّمَا ذَكَرَكَ ذاكر وغفل عَنْ ذكرِكَ غَافِل، أفْضَلَ وَأكْمَلَ وأطْيَبَ مَا صَلَّى على أَحَدٍ مِنَ الْخَلْقِ أجْمَعِينَ.
أشْهَدُ أنْ لاَ إِلهَ إِلا الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّكَ عَبْدُهُ ورسولُه وَخِيرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ، 
وأشْهَدُ أنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ الرسَالة وَأدّيْتَ الأمَانَةَ وَنَصَحْتَ الأُمّةَ وَجَاهَدْت في الله حَقَّ جهَادِهِ، 
اللَّهُمَّ وآتِهِ الوَسيلَةَ والفضيلَة وابْعَثهُ مَقَاماً مَحْمُوداً الذي وَعَدْتَهُ، وآتَهِ نِهَايةَ مَا ينبغي أَنْ يَسْأَلهُ السَّائِلُونَ.
اللَّهُمَّ صلِّ على محمّد عَبْدِكَ وَرَسُولكَ النَّبيّ الأُمّي وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وأَزْوَاجِهِ وذريته كما صَلّيت على إبْرَاهِيِمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيم وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّد النَّبِيّ الأمَّي وعَلَى آل مُحَمَّدٍ وَأزْوَاجِهِ وذُرِّيَتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيم وَعَلى آلِ إبراهيم فِي الْعَالِمينَ إنَّكَ حَمِيدٌ مجِيدٌ.

Bagi yang tidak hafal dan/atau terbatas waktunya, maka boleh dengan meringkas salam diatas, seminimal-minimalnya adalah:

السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ الله - صلى الله عليه وسلم –
Atau:
السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا أيها النَّبيُّ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ

Jika ingin menyampaikan salam dari orang lain untuk Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, maka bisa dengan:

السَّلاَمُ عَلَيْكَ يا رسولَ الله مِنْ فُلاَن ابْنِ فُلاَن
Atau:
فُلاَنُ ابنُ فُلاَنٍ يُسَلّمُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ الله

12. Setelah itu bergeser ke kanan kira-kira 0.5 meter (istilah kitab adalah 1 dziro’= 48 cm), kemudian mengucapkan salam kepada Shohabat Abu Bakr al-Shiddiq Rodliyallohu 'Anhu:

السَّلاَمُ عَلَيْكَ يا أبَا بكْرٍ، صَفِيَّ رسولِ الله وثانِيْهِ في الْغَارِ، جَزَاكَ الله عَنْ أمةِ نبيّهِ - صلى الله عليه وسلم - خيراً

13. Kemudian bergeser 0.5 meter ke kanan lagi untuk mengucapkan salam kepada Shohabat Umar ibn al-Khotthob Rodliyallohu 'Anhu:

السلامُ عَلَيْكَ يا عُمَرُ ، أعَزَّ الله بِكَ الإِسْلاَمَ ، جَزَاكَ الله عَنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ - صلى الله عليه وسلم - خَيْراً

14. Termasuk amalan yang sangat dianjurkan ketika menziarahi Nabi adalah bertawassul dengan diri beliau kepada Alloh SWT. Hal ini sesuai hadits shohih riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim. Setelah membaca do’a tawassul ini, kemudian diteruskan dengan menyebut semua hajat (keinginan)-nya. Ulama’-ulama’ terdahulu sudah banyak yang membuktikan bahwa do’a tawassul ini sangat mustajab, bi-idznillah. Do’a tawassul yang dimaksud ialah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يا سَيدي يا رَسولَ الله إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى لِيَ، اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِي فِيهِ (....)

15. Termasuk amalan yang dianjurkan oleh para Ulama’ terdahulu ialah seperti yang diceritakan oleh Syeikh al-Utbi (Muhammad ibn Ubaidillah, w. 228 H) tentang seorang A’robi (Arab perkampungan) yang dosa-dosanya diampuni oleh Alloh SWT setelah dia menziarahi makam Rosululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dikisahkan bahwa setelah mengucapkan salam kepada Rosululloh, kemudian si A’robi berkata:

“Aku telah mendengar firman Alloh: 

وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا (64) 

Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisaa: 64)

Kini aku telah datang kepadamu untuk memohon ampun kepada Alloh atas dosaku dan meminta syafaatmu.”

Kemudian si A’robi melantunkan syair:

يَا خَيْرَ مَنْ دُفِنَتْ بِالْقَاعِ أعْظُمهُ *** فَطَابَ مِنْ طِيبهِن القاعُ والأكَمُ
نَفْسِي فِدَاءٌ لِقَبْر أَنْتَ سَاكِنُهُ *** فِيهِ العَفَافُ وَفِيهِ الْجُودُ وَالْكَرَمُ
أَنْتَ الشفِيعُ الَّذِي تُرْجَى شَفَاعَتُه *** عَلَى الصِّراطِ إِذَا مَا زَلَّتِ القَدَمُ
وَصَاحِبَاكَ فَلاَ أَنْسَاهُمَا أبَداً *** مِنّي السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ مَا جَرَى الْقَلَمُ

Wahai manusia terbaik yang dikubur di dalam lembah jasadnya *** Maka harumlah lembah dan bukit dengan keharumannya.
Jiwaku menjadi tebusan untuk kuburan yang engkau penghuninya *** Yang di dalamnya ada (pribadi) yang suci, pemurah lagi mulia.
Engkaulah pemberi syafaat yang diharapkan syafaatnya *** Ketika tergelincir segala kaki tatkala melintasi shirath.
Dan kepada kedua sahabatmu yang tidak aku lupa selamanya *** Dariku ucapan salam kepada kamu sebanyak tulisan Qolam.

Tak lama setelah si A’robi pergi, Syeikh al-Utbi pun tertidur kemudian beliau bermimpi bertemu Rosululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dalam mimpinya itu, Rosululloh bersabda “Wahai Utbi, susul lah A’robi itu, lalu kabarkan kepadanya bahwa Alloh telah mengampuni dosanya.”

Kisah di atas disebutkan oleh banyak Ulama’-ulama’ besar, semisal Imam Al-Mawardi (w. 450 H) dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir (4/544); Imam al-Nawawi (w. 676 H) dalam kitabnya Al-Majmuu’ Syarh al-Muhadzdzab (8/274) dan al-Idloh fi Manasik al-Hajj wa al-Umroh (498-499), bahkan beliau berkata, “Di antara perkataan paling baik adalah apa yang disampaikan oleh Al-Mawardi, Al-Qadhi Abu Thayyib dan seluruh sahabat kami tentang kisah al-Utbi yang mereka nilai baik”; al-Hafidz Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam tafsirnya (Tafsir Ibnu Katsir: Q.S. 4/64); Imam Ibnu Qudamah al-Hanbali (w. 620 H) dalam kitabnya al-Mughni (3/556); dan Imam al-Qosthollani (w. 923 H) dalam kitabnya al-Mawahib al-Laduniyyah (3/596-597). Perlu diketahui bahwa hingga saat ini, syair-syair tersebut masih terukir pada tiang makam Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.


Kemudian mencari tempat duduk di Roudloh atau sekitarnya untuk memperbanyak dalam bersholawat, berdzikir, memuji dan mengagungkan Alloh Subhanahu wa Ta'ala yang kemudian dilanjutkan dengan berdo'a untuk dirinya, kedua orang tuanya, kerabatnya, guru-gurunya, saudara-saudaranya dan umat Islam seluruhnya.

16. Disunnahkan untuk berziarah ke Pekuburan Baqi' setiap harinya selama di Madinah, lebih-lebih pada Hari Jum'at. Ziaroh tersebut dilakukan setelah mengucapkan salam kepada Baginda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Setelah sudah sampai di Baqi' kemudian membaca:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دار قَوْمِ مُومِنينَ ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ الله بكم لاَحِقُونَ، اللهُمَّ اغْفِرْ لأَهْلِ بقيعِ الْغَرْقَدِ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لنا وَلَهُمْ

Di Baqi' terdapat banyak sekali makam para shohabat dan tokoh-tokoh Islam, maka dianjurkan untuk menziarahi kubur mereka, diantara adalah Sayydi Ibrohim putra Nabi, Sayyidina Utsman ibn Affan, Sayyidina Abbas, Imam Malik ibn Anas dan masih banyak lagi. Silakan dibaca pada Edisi sebelumnya tentang Pekuburan Baqi'.

17. Disunnahkan menziarahi kubur para Syuhada' Uhud yang terletak di Gunung Uhud, dan yang lebih utama adalah pada Hari Kamis, serta diawali dengan menziarahi kubur Sayyidina Hamzah -Paman Nabi- yang gugur di medan perang Uhud.

18. Disunnahkan dengan sangat (Sunnah Mu'akkadah) untuk berkunjung ke Masjid Quba', kalau bisa pada Hari Sabtu. Dengan mengerjakan Sholat dua rokaat di Masjid Quba', pahalanya sama dengan melaksanakan ibadah umroh.

19. Disunnahkan juga untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Madinah yang jumlahnya ada sekitar 30 tempat, termasuk Masjid Jum'ah, tujuh sumur yang dulu Nabi pernah meminum dan/atau berwudlu dengan airnya, dan seterusnya. Insya'alloh pada kesempatan yang lain, kami bisa membahas tempat-tempat bersejarah ini secara tersendiri.

وصلى الله على سيدنا محمد النبي الأميّ وعلى آله وصحبه أجمعين ، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Referensi Utama:

  • Hasyiah al-Allamah Ibn Hajar al-Haitami (w. 974 H) ala Syarh al-Idloh fi Manasik al-Hajj wa al-Umroh, tahkik: Mahmud Ghonim Ghoits, Maktabah al-Asadi Mekah al-Mukarromah
  • Al-Idloh fi Manasik al-Hajj wa al-Umroh karya Imam al-Robbani Yahya al-Nawawi (w. 676 H) + Al-Ifshoh ala Masa’il al-Idloh karya Syeikh Abdul Fattah Husein Rowah al-Makki (w. 1424 H), Maktabah al-Imdadiyah Mekah al-Mukarromah
  • Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj karya Imam Ibn Hajar al-Haitami (w. 974 H) beserta Hasyiah al-Syarwani dan Hasyiah Ibn Qosim al-‘Abbadi, versi Maktabah al-Syamilah
  • Al-Mawahib al-Laduniyyah bi al-Minah al-Muhammadiyyah karya Syeikh Ahamd ibn Muhammad al-Qosthollani al-Mishri (w. 923 H), versi Maktabah al-Syamilah
  • Mafahim Yajibu an Tushohhaha karya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki (w. 1425 H), Dar Jawami’ al-Kalim Kairo

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment