Menelaah Jargon ‘Hubbul Wathan minal Iman’ (Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman) (Bag 2/3)


Pertama-tama, mari kita simak apa yang pernah disampaikan oleh Imam al-Hafidz as-Sakhawi (w. 902 H) terkait slogan tersebut. Menurut kami, apa yang disampaikan beliau ini sangatlah menarik. Beliau menyatakan:

حَدِيث: حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الإِيمَانِ، لم أقف عليه، ومعناه صحيح في ثالث المجالسة للدينوري من طريق الأصمعي، سمعت أعرابيا يقول: إذا أردت أن تعرف الرجل فانظر كيف تحننه إلى أوطانه، وتشوقه إلى إخوانه، وبكاؤه على ما مضى من زمانه . 

“Saya tidak menemukan ada hadis “hubbul wathan minal iman”, tetapi makna yang dikandungnya adalah benar. Disebutkan dalam kitab al-Mujalasah karya Imam ad-Dinawari (w. 333 H) dari jalur al-Ashma’i, bahwasanya salah seorang A’rabi pernah berkata: ‘Jika kamu ingin mengetahui (kebaikan) seseorang, maka lihatlah bagaimana cintanya pada tanah airnya, kerinduannya kepada saudara-saudaranya, dan tangisannya atas apa yang telah lewat dari zamannya” (al-Mujalasah, 2/208 no. 332; al-Maqashid al-Hasanah, 297 no. 386)

Lebih lanjut, Imam as-Sakhawi dan dikutip pula oleh Syeikh Ahmad al-Ghazzi al-Amiri (w. 1143 H) menuturkan sebuah riwayat lain dari Imam Ibn Abi Hatim dari adl-Dlahhak, beliau menceritakan:

لَمَّا خَرَجَ مِنْ مَكَّةَ فَبَلَغَ الْجُحْفَةَ اشْتَاقَ إِلَى مَكَّةَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى {إِنَّ الَّذِي فرض عَلَيْك الْقُرْآن لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ} [الْقَصَص: 85] قَالَ إِلَى مَكَّةَ

“Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluar dari Mekah dan baru sampai di daerah Juhfah, beliau rindu akan Kota Mekah sebagai tempat kelahirannya. Maka Allah menurunkan ayat ‘Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Muhammad) untuk (mengikuti) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali (QS. Al-Qashas: 85). Tempat kembali yang dimaksud adalah Mekah” (al-Maqashid al-Hasanah, 298; al-Jidd al-Hatsits, 85).

Riwayat ini mengisyaratkan bahwa Allah tidak hanya mengakui tapi juga merespon kerinduan yang dirasakan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam akan Kota Mekah sebagai tanah kelahirannya. Tak heran pula, jika Syeikh Abu al-Fida’ Isma’il Haqqi al-Khalwati (w. 1127 H) –sang mufassir shufi, ketika menafsirkan QS. Al-Qashah 85 ini beliau menyatakan,

وفي تفسير الآية إشارة إلى أن حب الوطن من الإيمان،

“Di dalam tasfir ayat ini ada isyarat bahwa cinta tanah air merupakan bagian dari iman” (Ruh al-Bayan, 6/442; Tafsir Hada’iq ar-Rouh wa ar-Raihan, 21/309)
Setidaknya dari dua riwayat inilah –yakni riwayat dari al-Ashama’i dan al-Dlahhak, Imam as-Sakhawi berani menyatakan bahwa ‘Hubbul Wathan minal Iman’ atau ‘Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman’ adalah benar maknanya walaupun bukan termasuk hadis dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Hanya saja, di kemudian hari, pendapat Imam as-Sakhawi ini ditentang oleh Syeikh Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad al-Minufi al-Mishri (w. 939 H) –salah seorang murid dari Imam as-Suyuthi— sebagaimana dinukil oleh Imam al-Mulla Ali al-Qari (w. 1014 H). Beliau menyebutkan:

وَقَالَ الْمنُوفِيُّ مَا ادَّعَاهُ مِنْ صِحَّةِ مَعْنَاهُ عَجِيبٌ إِذْ لَا مُلَازَمَةَ بَيْنَ حُبِّ الْوَطَنِ وَبَيْنَ الْإِيمَانِ

"Syeikh al-Minufi mengatakan: klaim as-Sakhawi yang menyatakan ungkapan (Hubbul Wathan minal Iman) ini benar maknanya sangatlah aneh. Karena tidak ada keterkaitan antara cinta tanah air dengan iman."

Beliau beralasan dengan mengutip Firman Allah yang menceritakan kondisi orang munafiq,

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ

“Sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka” (QS. an-Nisa: 66)

Beliau melanjutkan,

فَإِنَّهُ دلّ على حبهم وطنهم مَعَ عَدَمِ تَلَبُّسِهِمْ بِالْإِيمَانِ إِذْ ضمير عَلَيْهِم لِلْمُنَافِقِينَ
“Ayat ini menunjukkan betapa cintanya mereka kepada tanah airnya, padahal mereka tidak beriman. Karena kata ganti ‘mereka’ pada ayat ini merujuk kepada orang-orang munafiq.”
Imam Ali al-Qari sendiri lalu memberikan komentarnya,

وَلَا يُخْفَى أَنَّ مَعْنَى الْحَدِيثِ حُبُّ الْوَطَنِ مِنْ عَلَامَةِ الْإِيمَانِ وَهِيَ لَا تَكُونُ إِلَّا إِذَا كَانَ الْحُبُّ مُخْتَصًّا بِالْمُؤْمِنِ فَإِذَا وَجَدَ فِيهِ وَفِي غَيْرِهِ لَا يَصْلُحُ أَنْ يَكُونَ عَلامَة

“Tidak diragukan bahwa makna hadis tersebut adalah ‘cinta tanah air termasuk bagian dari tanda iman’, ini tidak terjadi kecuali jika cinta ini secara khusus dimiliki orang yang beriman. Jika makna cinta berlaku bagi mukmin dan yang bukan mukmin, maka tidak bisa dipahami sebagai tanda (iman).”

Bersambung.

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment