Menyelisik Keutamaan Bershalawat 80x di Hari Jumat

 

Disebutkan di banyak kitab tasawuf –semisal Qūth Al Qulūb (1/121) karya Imam Abu Thalib Al Makki (w. 386 H), Iḥya’ Ulūm Ad Dīn (1/186) karya Imam Al Ghazali (w. 505 H), Al Ghunyah (2/107) karya Syekh Abdul Qadir Al Jailani (w. 561 H) dan yang lainnya- mengenai keutamaan yang luar biasa bagi orang yang mau membaca shalawat 80 kali di Hari Jumat. Keutamaan yang dimaksud adalah akan diampuninya segala dosa selama 80 tahun. Kami ulangi sekali lagi, “selama depalan puluh tahun”. Tentu banyak pihak yang isykal, bagaimana bisa amal yang terbilang sedikit dan simpel, namun memiliki khasiat yang sangat agung? Apakah keutamaan seperti itu didukung oleh hadis atau riwayat yang kredibel?

Setelah kami telisik di beberapa kitab hadis yang tersedia, kami temukan beberapa riwayat secara marfu’ dari Baginda Nabi -shallāllāhu alaihi wasallam- yang berisi keutamaan yang disebutkan tadi. Diantara riwayat-riwayat itu, bahkan ada yang dinilai hasan oleh sebagian pakar hadis terkemuka. Berikut kami sajikan beberapa hadis yang berisi keutamaan membaca shalawat sebanyak 80 kali di hari Jumat yang mulia.

Pertama,

Hadis yang dikeluarkan oleh Imam Ad Daraquthni melalui riwayat Ibnu Al Musayyib, dari Abu Hurairah -radliyallāhu anhu-, bahwa sesungguhnya Nabi -shallāllāhu alaihi wasallam- bersabda:

مَنْ ‌صَلَّى عَلَيَّ يَوْمَ ‌الْجُمُعَةِ ‌ثَمَانِينَ مَرَّةً ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَ ‌ثَمَانِينَ سَنَةً

“Barangsiapa bershalawat kepadaku di hari Jumat sebanyak 80 kali, maka Allah mengampuni dosa-dosanya selama 80 tahun”

قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْك؟

“Ada yang bertanya kepada kepada Baginda Nabi: ‘Ya Rasulallah, dengan cara apa bershalawat kepadamu?’”

قَالَ: « تَقُولُ: اللَّهُمَّ ‌صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ ، وَتَعْقِدُ وَاحِدَةً »

Nabi menjawab: ‘Kamu baca ‘ اللَّهُمَّ ‌صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ ’, dan kamu hitung satu”.

Syekh Ibnu Al Musayyib –salah satu ulama perawi yang dapat dipercaya sekaligus ahli fikih terkemuka- berkata: ini hadis gharib. Syekh Al Muhaddits Al Faqih Abu Abdillah Muhammad bin An Nu’man (w. 683 H) mengakatan hadis ini hasan. Penilaian hasan ini diamini pula oleh Al Hafidz Zainuddin Al Iraqi (w. 806 H) [1]. Demikian pula yang dikutip oleh Al Hafidz As Sakhawi (w. 902 H) dalam Al Qaul Al Badī’ (hal. 382). Walaupun beliau sendiri mengatakan: penilaian ini masih perlu dipertimbangakan [2].

Hadis Abu Hurairah ini -beserta penilaian derajat hasan- disebutkan di banyak kitab fikih yang mu’tabar, diantaranya An Najm Al Wahhāj fī Syarh Al Minhāj (2/499), Mughnī Al Muhtāj (1/565), Hasyiah Al Jamal ala Syarh Al Manhaj (2/51) dan yang lainnya. Pengakuan dari banyak ulama yang kredibel atas riwayat ini tentu memperkuat kredibilitas keutamaan yang dikandungnya.

Kedua,

Hadis Abu Hurairah tadi diriwayatkan pula oleh Ibnu Syahin dalam Fadlā’il Al A’māl [3] dan Ad Dailami dalam Al Firdaus [4] dengan redaksi yang sedikit berbeda dan lebih ringkas, yakni tanpa spesifik menyebutkan redaksi shalawatnya.

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah -shallāllāhu alaihi wasallam- bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: « ‌الصَّلَاةُ ‌عَلَيَّ نُورٌ عَلَى الصِّرَاطِ ، فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ‌ثَمَانِينَ مَرَّةً ، غُفِرَتْ لَهُ ذُنُوبُ ‌ثَمَانِينَ عَامًا »

“Shalawat kepadaku adalah cahaya di Shirāt, barangsiapa bershalawat kepadaku di hari Jumat sebanyak 80 kali, maka Allah mengampuni dosa-dosanya selama 80 tahun”.

Hadis ini disebutkan pula oleh Imam Jalaluddin As Suyuthi (w. 911 H) dalam Al Jāmi’ As Shaghīr, dan beliau menisbatkannya kepada Al Azdi dalam kitab Adl Dlu’afā’ dan Ad Daraquthni dalam Al Afrād dari Abu Hurairah [5]. Beliau menilai hadis ini dhaif. Imam Al Munawi menambahkan, kemudian Ad Daraquthni berkata: Hajjaj bin Sinan meriwayatkan secara sendirian dari Ali bin Zaid, dan tidak meriwayatkan dari Hajjaj kecuali As Sakan bin Abi As Sakan. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Takhrij Al Adzkār berkata: dalam sanadnya terdapat empat perawi yang dhaif [6].

Imam Adz Dzahabi (w. 748 H) juga menyebutkan hadis ini dalam karyanya Mīzān Al I’tidāl [7]. Hanya saja beliau tidak berkomentar tentang status hadisnya.

Syekh Al Amir Ash Shan’ani (w. 1182 H) menjelaskan jika hitungan sebanyak 80 kali ini tak diketahui hikmahnya, hanya saja dalam riwayat shahih disebutkan barangsiapa bershalawat kepada baginda Nabi sekali, maka Allah bershalawat (memberi rahmat) kepadanya sebanyak 10 kali. Beliau juga menambahkan jika setiap bacaan shalawat mampu menghapus dosa secara umum [8].

Ketiga,

Hadis serupa juga diriwayatkan melalui jalur lain dari Sayyidina Anas bin Malik -radliyallāhu anhu-, beliau bercerita:

قَالَ: كُنْتُ وَاقِفًا بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ، فَقَالَ: « مَنْ صَلَّى عَلَيَّ يَوْمَ ‌الْجُمُعَةِ ‌ثَمَانِينَ مَرَّةً ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَ ‌ثَمَانِينَ عَامًا »

“Saya pernah berdiri di hadapan Rasulullah -shallāllāhu alaihi wasallam-, lalu beliau bersabda: ‘Barangsiapa bershalawat kepadaku di hari Jumat sebanyak 80 kali, maka Allah mengampuni dosa-dosanya selama 80 tahun”

فَقِيلَ لَهُ: كَيْفَ الصَّلاةُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟

“Lalu ada yang bertanya kepada kepada Baginda Nabi: ‘Dengan cara apa bershalawat kepadamu, ya Rasulallah?’”

قَالَ: « تَقُولُ: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ، وَتَعْقِدُ وَاحِدَةً »

Nabi menjawab: ‘Kamu baca ‘ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ, dan kamu hitung satu”.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al Khathib Al Baghdadi dalam Tārīkh Baghdā[9] dan Adz Dzahabi dalam Mīzān Al I’tidā[10]. Imam Ibnu Al Jauzi mengutip hadis ini dalam Al Ahādits Al Wāhiyah, lalu beliau berkata: ‘Ini hadis tidak shahih, Abu Bakr bin Al Khathib pernah berkata: Wahb bin Dawud -salah satu perawinya- tidaklah tsiqah’ [11]. Imam Ibnu Al Jauzi yang terkenal keras dalam urusan penilaian hadis, hanya menyebut ‘tidak shahih’, artinya hadis ini tidaklah sampai pada derajat palsu, melainkan dhaif atau mungkin hasan.

Wallāhu Ta'ālā A’lam,

@Abdul Latif Ashadi


[1]  Iḥya’ Ulūm Ad Dīn (1/186) beserta Takhrij Hadits-Haditsnya oleh Al Hafidz Al Iraqi. Baca pula Kasy Al Khafā’ (1/189) karya Al Ajluni.

[2]  Baca pula Ad Durr Al Mandlūd (hal. 212) karya Imam Ibnu Hajar Al Haitami (w. 974 H).

[3]  At Targhīb fi Fadlā’il Al A’māl (hal. 14, no. 22) karya Ibnu Syahin.

[4]  Al Firdaus bi Ma’tsūr Al Khithāb (2/408, no. 3814). Baca pula Zuhr Al Firdaus (5/467) karya Ibnu Hajar Al Asqalani.

[5]  Al Jāmi’ Ash Shaghīr beserta Syarhnya At Tanwir (7/89, no. 5173).

[6]  Faidl Al Qadīr Syarh Al Jāmi’ Ash Shaghīr (4/249). Baca pula Al Futuhat Ar Rabbaniyah ala Al Adzkar An Nawawiyah (4/230).

[7]  Mīzān Al I’tidāl fi Naqd Ar Rijāl (2/74) karya Syamsuddin Adz Dzhabi.

[8]  At Tanwīr Syarh Al Jāmi’ Ash Shahīr (7/89, no. 5173).

[9]  Tārīkh Baghdād (15/636, no. 4578). Baca pula Tārikh Baghdād wa Dzuyūluhu (13/463, no. 7326).

[10]  Mīzān Al I’tidāl fī Naqd Ar Rijāl (4/351) karya Syamsuddin Adz Dzhabi.

[11]  Al Ilal Al Mutanāhiyah fi Al Ahādits Al Wāhiyah (1/468, no. 796) karya Ibnu Al Jauzi.

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment